Karnaval Nyanyian Anak ‘Joglosemarkerto’
"Naik kereta api, tut tuut
tuuuut, siapa hendak turun. Nisaaaaa, Nisaaaaa, aaaaaa," nyanyian balita
didalam gerbong kereta menuju Solo.
Di penghujung pergantian tahun,
libur anak sekolah telah tiba. Banyak diantaranya memilih mengosongkan rumah
dan melakukan perjalanan atas nama ‘melepas penat’ yang telah diemban setahun
penuh. Memboyong istri serta anaknya dengan tujuan menyelaraskan kaki dengan
alam.
Begitu pula denganku, lewat moda
transportasi kereta terobosan baru ‘Joglosemarkerto’ aku memilih meliburkan
diri dari rutinitas pengangguran ke Yogyakarta.
Jika biasanya kereta diisi oleh
banyak orang dewasa, berbeda halnya saat musim liburan tiba dimana lebih
didominasi oleh keluarga baru dengan membawa 2 anak, mungkin mereka mengikuti
program pemerintah 2 anak lebih baik, dan muda-mudi.
Karena itu, gerbong yang biasanya
sunyi sehingga membuat sesiapa cepat tertidur hal ini tak berlaku ketika sudah
mendengar anak-anak kecil bersahutan, baik yang menangis, bercanda bahkan
teriak entah pada siapa.
Anak-anak memang memiliki ekstra
tenaga untuk diluapkan meskipun bukan pada tempatnya, sunyi senyap pun nyaris
hilang karena lebih banyak diisi oleh celotehan, tangis, tawa dan beberapa
teriakan yang mengekakan telinga.
Salah satunya ketika kereta
berhenti lama di Stasiun Semarang Tawang, seorang anak kecil di kursi depan
berorasi dengan lantang,
“Ban keretanya kempes,” ujarnya.
Aku yang saat itu sedang asyik menghabiskan
‘Aleppo’ karya Rusdi Mathari langsung beradu tatap dengan penumpang di depanku,
seorang ibu muda dengan membawa dua balita beserta suaminya, kami saling lempar
senyum dan sedikit tertawa setelah mendengar celotehan anak tersebut. Lebih
epic lagi ketika anaknya yang duduk di depanku bertanya,
“Emang bener yah ban keretanya
kempes?”
Sontak saja hal itu langsung
mengundang tawa kami. Ayahnya kemudian menjelaskan dengan bahasa yang
dimengerti olehnya.
Perjalanan yang hanya memakan
waktu 4 jam dirasa cukup lama lantaran ketika selepas dari Semarang kereta
berjalan pelan, rupanya jalur kereta yang dilalui harus menaiki perbukitan. Ini
menjadi pengalaman pertama ketika harus ke bagian timur Jawa menggunakan jalur
utara, para penumpang akan dibuat terkesima dengan bangunan rumah limas yang
berjajar sepanjang jalan.
Kereta seolah membelah perbukitan
dan perkampungan, rumah yang masih menggunakan kayu nampak sepi nan asri
meskipun berpenghuni. Ladang jagung, padi terhampar setelahnya. Seperti tersihir
oleh pemandangan di sepanjang jalan, saya terus menoleh ke arah luar jendela.
Bukan hanya itu, memasuki area
Kota Batang penumpang akan disuguhi panorama cantik dari bibir pantai
disepanjang jalan. Barisan perahu dengan pantai yang tenang seolah
nyanyian rayuan kepada siapa saja untuk datang berkunjung.
Komentar
Posting Komentar